Oleh. Satria hadi lubis
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan HARAP dan CEMAS (TAKUT). Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya’: 90)
DALAM berdoa dan beramal kepada Allah ‘Ajja wa Jalla, selain ikhlas, kita juga perlu memunculkan rasa khouf (takut) dan roja’ (harap) kepada Allah. Sebab khouf akan menumbuhkan semangat menjauhi dosa saking takutnya kepada azab Allah. Sebaliknya, roja’ akan memunculkan rasa optimis akan rahmat Allah dan ampunan-Nya yang besar.
Berdoa tidak boleh hanya memunculkan rasa khouf saja, sehingga pesimis doa kita akan dikabulkan Allah. Sebaliknya, tidak boleh roja’ saja, sehingga angkuh dan meremehkan doa yang khusyu’.
Begitu pun dalam perbuatan sehari-hari rasa khouf dan rajo’ perlu ditumbuhkan secara bersamaan agar menghasilkan amal yang produktif (mendapatkan pahala dari Allah SWT).
Namun dalam prakteknya, roja’ dan khouf ini berlangsung secara dinamis, tergantung kita sedang melakukan apa. Misalnya, ketika mau berbuat maksiat, maka khouf-nya harus lebih tinggi agar tidak jadi berbuat maksiat. Ketika bertaubat, maka roja’-nya lebih tinggi daripada khouf agar optimis dosanya diampuni Allah ‘Azza wa Jalla. Contoh lain, menjelang sakaratul maut sebaiknya roja’ nya (harapan untuk masuk surga) lebih tinggi daripada khouf agar meninggal dalam keadaan tenang. Jadi keduanya harus ada setiap saat, namun “besarannya” berlangsung secara dinamis tergantung situasi.
Tidak boleh hanya ada khouf saja atau roja’ saja. Sebab jika roja’ saja yang ada, maka kita akan meremehkan dosa. Sebaliknya, hanya khauf saja yang ada, maka kita akan pesimis, bahkan putus asa terhadap rahmat Allah SWT.
Kesimpulannya, orang yang pandai menghormati Allah adalah orang yang pandai dan terlatih menempatkan rasa khouf dan roja’-nya secara proporsional, sehingga menjadi karakter yang membuat ia makin bertaqwa kepada Allah SWT.
Sebaliknya, orang yang tidak menghormati Allah adalah mereka yang bodoh menempatkan rasa khouf dan roja’-nya secara terbolak-balik. Seharusnya khouf-nya lebih besar malah roja’-nya yang lebih besar di situasi tertentu. Atau sebaliknya, seharusnya roja’-nya lebih besar, malah khouf-nya yang lebih besar, sehingga yang muncul malah keberanian berbuat dosa dan kemalasan untuk beramal sholih.
“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya…” (Qs. 6 ayat 91).

Tinggalkan komentar