Oleh. Satria hadi lubis
SAAT bangun mulai sering kesiangan. Shalat sering ketinggalan. Tahajud mulai terlewatkan. Shalat sunnah terasa memberatkan. Mengaji (liqo’) pun tak punya kesempatan … mungkin ini peringatan.
Tatkala shalat tak lagi nikmat, tilawah mudah lelah, puasa rasanya menyiksa … mungkin ini sebuah pertanda.
Keluarga mulai terasa hambar. Pasangan berulah dan anak-anak tak menurut….mungkin itu sebuah isyarat.
Teman yang sholih mulai ditinggalkan, namun teman kesia-siaan malah berdatangan. Pembicaraan akhirat terasa membosankan, ngobrol kesenangan dunia semakin mengasyikkan … jangan-jangan ini teguran.
Mengapa terhalang melakukan kebaikan?
Kenapa terjauhkan dari kesalehan?
Jangan-jangan ada dendam yang mencengkeram, keikhlasan yang tidak tulus, atau ada kebusukan menghuni hati dan bara kesombongan yang masih tersimpan.
Jangan-jangan ada keharaman merasuk dalam badan, atau jejak dosa yang belum terhapuskan.
Lihat ke belakang barangkali pernah mengukir kata yang menoreh luka orang lain. Lalu .. mereka yang tersakiti itu tak kuasa menahan kecamuk dalam dada dan melantunkan doa yang entah apa isinya.
Sebaliknya …
Jika tiba-tiba sekarang begitu dekat dengan orang yang gemar berbuat kebajikan. Tanpa sengaja sering menemukan kalimat nasihat atau peringatan.
Ada rindu dengan teman-teman yang baik, ada kangen terhadap pengajian dan ayat-ayat suci menjadi merdu terdengar.
Saat ada yang mengajak berbuat baik begitu mudah mengiyakan. Hati begitu lembut, tidak sukar menerima kebenaran. Meski sebelumnya kita dianggap manusia berandalan.
Ada keinginan berlama-lama dalam sholat. Tangan yang semakin ringan membantu dan hati yang semakin kuat melaksanakan perintah Allah.
Berarti Allah masih melihat ada kebaikan ….
Jangan-jangan itu karena sebuah bakti pada ibu yang tak lelah berdoa, atau mungkin punya jiwa yang selalu tulus membantu sesama.
Jangan-jangan itu doa dari mereka yang mengasihi kita dengan diamnya atau rasa kasih yang tersisa dengan menyingkirkan batu kecil di tengah jalan dan memberi makan kucing yang kelaparan.
Apapun itu, berarti Allah masih memberi kesempatan.
Lalu pertanyaannya … berada di manakah kita sekarang?
Belum tibakah saatnya kita menyungkur sujud dihadapan Ilahi Robbi?
“Dan mereka menyungkurkan wajah (sujud) sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk” (Qs. 17 : 109).

Tinggalkan komentar