By. Satria hadi lubis
CINTA segitiga adalah cinta antara suami, istri dan Allah. Bukan cinta antara suami, istri dan orang ketiga (selingkuhan). Dengan kata lain, cinta segitiga adalah cinta yang menempatkan Islam sebagai pondasi pernikahan. Selalu melibatkan Allah SWT dalam setiap langkah pengambilan keputusan rumah tangga.
Rasulullah saw telah mencanangkan bahwa yang membuat pernikahan itu selamat dan langgeng adalah cinta berdasarkan agama (ad dien), bukan yang lainnya.
“Wanita itu dinikahi karena empat hal. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Namun dari empat itu paling utama yang harus jadi perhatian adalah masalah ad dien (agamanya). Maka pilihlah berdasarkan agamanya, niscaya kamu selamat” (HR. Bukhari-Muslim).
Karena itu, ta’aruf (pengenalan) terhadap calon suami atau isteri adalah ta’aruf terhadap dien-nya (agamanya). Indikatornya adalah quwatul aqidah (aqidah yang kuat), matanal khuluq (akhlaq yang kokoh) dan shohihul ibadah (ibadah yang benar) dari calon suami atau isteri.
Pengenalan terhadap selain dien boleh saja dilakukan tetapi tak terlalu penting. Itulah sebabnya pernikahan dalam Islam tidak diawali dengan pacaran, apalagi pacaran yang lama dan “brutal” sampai melakukan hubungan seks sebelum nikah dengan alasan mengenal luar dalam. Cukup mengenal ad dien saja.
Sedang perbedaan sifat, karakter, gaya hidup, hobi, pendidikan, dan lain-lain dari suami isteri adalah dinamika dalam pernikahan. Suka dan duka yang merupakan takdir dari setiap pernikahan, sehingga perlu dihadapi dengan sabar dan syukur, yang insya Allah menjadi ladang pahala.
Jangan percaya dengan mitos bahwa nikah itu harus memilih pasangan yang paling banyak persamaannya (se-kufu). Padahal yang dimaksud se-kufu itu utamanya ada pada tingkat keagamaannya. Lalu dengan alasan perbedaan macam-macam yang diungkit setelah menikah, menjadi dalil untuk berkonflik dan berpisah.
Cinta segitiga antara suami, istri dan Allah digambarkan dengan indah dalam ayat berikut :
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir” (Qs. 30 ayat 21).
Dengan cinta segitiga, pernikahan menjadi mitsaqon gholizon (ikatan yang kokoh) (Qs. 4 ayat 21). Suami istri sama-sama menjalankan kewajibannya sesuai dengan syari’at Allah. Jika ada konflik dan perselisihan, keduanya merujuk pada syari’at. Mereka malu kepada Allah jika mengambil keputusan berdasarkan egoisme dan hawa nafsu belaka. Marahnya suami istri akan kembali reda gara-gara pertanggungjawaban agama. Sedihnya suami istri kembali riang karena dikuatkan oleh agama.
Cinta segitiga paling terasa ketika suami istri sama-sama rajin beribadah dan berdakwah, sebagai jalan menomorsatukan cinta kepada Allah diatas cinta kepada pasangan. Hal tersebuat akan mengurangi perasaan bucin (budak cinta) kepada pasangan, yang seringkali diekspresikan dengan sikap terlalu posesif dan terlalu curiga kepada pasangan.
Cinta segitiga adalah cinta sejati yang dianugerahkan Allah kepada para kekasih-Nya, sehingga suami isteri tersebut mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Cinta segitiga juga merupakan solusi untuk mengurangi angka perceraian di Indonesia yang sudah sangat memprihatinkan jumlahnya. Data dari BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2024 telah terjadi 394.608 perceraian. Itu berarti dalam satu jam saja ada 45 pasangan yang bercerai di Indonesia!
Semoga kita dan pasangan kita selalu diberikan Allah kekuatan untuk melestarikan cinta sejati, yakni cinta segitiga, sampai kelak berjumpa lagi dengan pasangan kita dan Allah di surga-Nya. Aamiiin yaa robbal ‘aalamiin.
“(yaitu) surga-surga Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang saleh dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya dan anak cucunya, sedangkan para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan), “Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu.” Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu” (Qs. 13 ayat 23-24).

Tinggalkan komentar